Sering kita mendengar bahwa Indonesia
itu negara yang kaya, seharusnya kita bangga terhadap negara kita ini yang
mempunyai hutan mangrove terluas di dunia, sebaran terumbu karang yang eksotik,
rumput laut yang terhampar dihampir sepanjang pantai, sumber perikanan yang
tidak ternilai banyaknya.
Hutan mangrove atau
yang biasa disebut hutan bakau, merupakan tipe hutan yang khas dan tumbuh
disepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air
laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran
ombak dan daerah yang landai di daerah tropis dan sub tropis, hutan mangrove juga tumbuh subur di daerah
muara sungai atau estuari yang merupakan daerah tujuan akhir dari
partikel-partikel organik ataupun endapan lumpur yang terbawa dari daerah hulu
akibar adanya erosi. Kesuburan daerah ini juga ditentukan oleh adanya pasang
surut yang mentransportasi nutrient.
DATA MANGROVE DI INDONESIA
Pernahkah anda suatu ketika berkunjung ke daerah pesisir dan melihat fenomena abrasi ataupun erosi pantai di daerah tersebut? Atau anda yang tinggal di daerah pesisir seperti kota Semarang yang mengalami banjir rob secara periodik ? Abrasi, erosi pantai, pendangkalan muara sungai merupakan beberapa akibat yang timbul karena rusaknya daerah pendukung daya tahan tanah pesisir seperti ekosistem mangrove. Rusaknya hutan mangrove secara langsung akan melemahkan daya dukung tanah dan lemahnya perlindungan pada pantai dan daerah pesisir.
Berdasarkan data Direktorat Jendral
Rehabilitas Lahan dan Perhutanan Sosial (2001) luas hutan Mangrove di Indonesia
pada tahun 1999 diperkirakan mencapai 8.60 juta hektar akan tetapi sekitar 5.30
juta hektar dalam keadaan rusak. Sedangkan data FAO (2007) luas hutan Mangrove
di Indonesia pada tahun 2005 hanya mencapai 3,062,300 ha atau 19% dari luas
hutan Mangrove di dunia dan yang terbesar di dunia melebihi Australia (10%) dan
Brazil (7%).
Di Asia sendiri luasan hutan mangrove indonesia berjumlah sekitar 49% dari luas total hutan mangrove di Asia yang dikuti oleh Malaysia (10% ) dan Mnyanmar (9%). Akan tetapi diperkirakan luas hutan manrove diindonesia telah berkurang sekitar 120.000 ha dari tahun 1980 sampai 2005 karena alasan perubahan penggunaan lahan menjadi lahan pertanian (FAO, 2007).
Data Kementerian Negara Lingkungan
Hidup (KLH) RI (2008) berdasarkan Direktoral Jenderal Rehabilitasi lahan dan
Perhutanan Sosial (Ditjen RLPS), Dephut (2000) luas potensial hutan mangrove
Indonesia adalah 9.204.840.32 ha dengan luasan yang berkondisi baik
2.548.209,42 ha, kondisi rusak sedang 4.510.456,61 ha dan kondisi rusak
2.146.174,29 ha. Berdasarkan data tahun 2006 pada 15 provinsi yang bersumber
dari BPDAS, Ditjen RLPS, Dephut luas hutan mangrove mencapai 4.390.756,46
ha.
Data
hasil pemetaan Pusat Survey Sumber Daya Alam Laut (PSSDAL)-Bakosurtanal dengan
menganalisis data citra Landsat ETM (akumulasi data citra tahun 2006-2009, 190
scenes), mengestimasi luas mangrove di Indonesia adalah 3.244.018,46 ha
(Hartini et al., 2010). Kementerian kehutanan tahun 2007 juga
mengeluarkan data luas hutan mangrove Indonesia, adapun luas hutan mangrove
Indonesia berdasarkan kementerian kehutanan adalah 7.758.410,595 ha
(Direktur Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kementerian Kehutanan, 2009 dalam
Hartini et al., 2010), tetapi hampir 70%nya rusak (belum tau kategori
rusaknya seperti apa). kedua instansi tersebut juga mengeluarkan data luas
Mangrove per propinsi di 33 Provinsi di Indonesia. luas-luas mangrove di 33
Provinsi dapat dilihat pada tabel berikut:
NASA (2010) juga mengeluarkan informasi tentang
luas mangrove dan sebarannya. menurutnya luas mangrove di indoensia telah
berkurang 35% antara tahun 1980-2000 dimana luas mangrove pada tahun 1980 itu
mencapai 4,2 juta ha dan pada tahun 2000 berkurang menjadi 2 juta ha.
Data yang didapat merupakan data lama namun bila kita analisa lebih jauh apapun
bentuk datanya, yang jelas hutan mangrove kita telah banyak yang berkurang.
Konversi lahan yang dilakukan oleh manusia terhadap areal hutan mangrove
sebagai tambak, areal pertanian dan pemukiman menyebabkan luas lahan hutan
mangrove terus berkurang. Selain itu pemanfaatan hutan mangrove yang tidak
bertanggung jawab sebagai bahan bangunan, kayu bakar dan juga arang memberi
kontribusi yang tidak sedikit terhadap kerusakan hutan mangrove. Seperti pada
gambar di bawah terlihat perubahan penggunaan lahan hutan mangrove menjadi
tambak dari tahun 1992 sampai 1998 didaerah delta mahakam. Menurut Rusila
Noor, dkk. (1999) kematian mangrove secara alami tidak memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap hilangnya areal mangrove di Indonesia.
FUNGSI HUTAN MANGROVE
Fungsi fisik kawasan hutan mangrove :
1. Menjaga garis pantai agar tetap stabil.
2. Melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi, serta menahan atau menyerap tiupan angin kencang dari laut ke darat.
3. Menahan sedimentasi secara periodik sampai terbentuk lahan baru.
4. Sebagai kawasan penyangga proses intrusi air laut ke darat, atau sebagai filter air asin menjadi tawar.
Fungsi
kimia kawasan mangrove :
1. Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen.
2. Sebagai penyerap karbondioksida.
3. Sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di lautan. Di mana terjadinya degradasi limbah melalui oksigen yang terlarut.
1. Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen.
2. Sebagai penyerap karbondioksida.
3. Sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di lautan. Di mana terjadinya degradasi limbah melalui oksigen yang terlarut.
Fungsi
biologi kawasan Mangrove adalah :
Sebagai penghasil bahan pelapukan yang merupakan sumber makanan bagi invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan yang kemudian berperan sebagai sumber makanan bagi hewan yang lebih besar.Sebagai kawasan pemijahan atau asuhan bagi udang, ikan, kepiting, kerang, dan sebagainya, yang setelah dewasa akan kembali ke lepas pantai.
Sebagai penghasil bahan pelapukan yang merupakan sumber makanan bagi invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan yang kemudian berperan sebagai sumber makanan bagi hewan yang lebih besar.Sebagai kawasan pemijahan atau asuhan bagi udang, ikan, kepiting, kerang, dan sebagainya, yang setelah dewasa akan kembali ke lepas pantai.
- Sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang, serta berkembang biak bagi burung, biawak, monyet, ular dan satwa lain.
- Sebagai sumber plasma nutfah dan sumber genetika.
- Sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut lainnya.
Fungsi Ekonomi :
Secara ekonomi kawasan mangrove merupakan wilayah potensial bagi masyarakat, industri maupun negara. Dari kawasan hutan mangrove dapat dihasilkan bahan baku industri seperti pulp, kertas, tekstil, makanan, obat obatan, alkohol, penyamakan kulit, kosmetika dan zat pewarna. Sungguh suatu hal yang bukan kebetulan. Dari sini juga kita dapat memanen ikan, udang, kerang, telur burung, madu dan kepiting. Semuanya sungguh karunia yang dapat kita tuai sebagai nikmat yang tak terperikan dari sang Pemilik Semesta.
Secara ekonomi kawasan mangrove merupakan wilayah potensial bagi masyarakat, industri maupun negara. Dari kawasan hutan mangrove dapat dihasilkan bahan baku industri seperti pulp, kertas, tekstil, makanan, obat obatan, alkohol, penyamakan kulit, kosmetika dan zat pewarna. Sungguh suatu hal yang bukan kebetulan. Dari sini juga kita dapat memanen ikan, udang, kerang, telur burung, madu dan kepiting. Semuanya sungguh karunia yang dapat kita tuai sebagai nikmat yang tak terperikan dari sang Pemilik Semesta.
Fungsi
lain kawasan Mangrove adalah sebagai tempat Wisata dengan
semua keindahannya, untuk tempat penelitian, konservasi dan Edukasi. Di sini
akan tumbuh lapangan kerja yang mampu mendukung keberadaan hutan mangrove
secara berkelanjutan. Ilustrasi Hutan Mangrove
POTENSI HUTAN MANGROVE UNTUK MASYARAKAT
Potensi manfaat langsung Hutan Mangrove bagi mahluk di sekitarnya
Kayu bakar, arang, kayu bahan bangunan, dapat kita hasilkan dari hutan mangrove juga untuk membuat perabot. Buah Mangrove bisa digunakan untuk membuat makanan atau manisan yang di buat oleh ibu ibu sebagai penganan kecil. Daun Mangrove dapat menjadi bahan obat & sebagai penyedia pakan ternak.
Potensi Ekonomi Yang Luar Biasa Besar
Lalu bagaimana dengan sisi ekonomis tanaman mangrove bila kita bandingkan dengan budi daya di lahan darat dengan luas tanah yang sama. Kita coba menghitung:
Untuk menanam sebatang Pohon Jati di butuhkan luas lahan 4 x 4 M2.
Jati dapat di panen 40 tahun kemudian senilai kurang lebih Rp. 70 – 80 juta.
Apabila kita menanam mangrove dengan luasan yang sama di pesisir pantai. Lalu tumpang sari dengan budidaya kepiting bakau. Setiap hari dipanen sebanyak ½ kg dengan harga jual Rp. 200.000/kg, (kurang lebih 1 ekor), maka 40 tahun kemudian dapat kita petik nilai rupiah hasil keuntungan dari budidaya kepiting bakau. Belum terhitung manfaat dari yang lainnya. Seperti udang, ikan, kayu, madu, daunnya, wisata edukasi dll
Jika kita panen ½ kg/hari maka :1 kg senilai Rp 200.000.
Hasil yang di dapat seharga Rp. 100.000 x 30 hari = 3 Juta
3 Juta x 12 bulan x 40 tahun = Rp. 144.000.000
Hasil kepiting dapat anda eksport langsung melalui Rajanya Kepiting dengan harga yang lebih baik .. menarik bukan ???
Jumlah yang fantastis bila kita dapat mengoptimalkan potensi hutan mangrove. Dengan panjang garis pantai Indonesia 81.000 km mengapa hutan mangrove tidak kita jadikan cadangan devisa bagi negeri bahari ini & membuka lapangan kerja baru. Luar biasa. Begitu pentingnya pengelolaan hutan mangrove, menuntut Pemerintah untuk lebih serius dalam program pengembangan & pelestariannya. Masyarakat harus menjadi bagian dan ikut berpartisipasi dalam perlindungan, pengelolaan, dan pengembangan kawasan hutan mangrove. Wisata Edukasi dilangkahkan ke sana sambil menanam mangrove. Kita bawa generasi muda kita untuk lebih mengenal Mangrove. Kita beli bibit Mangrove dari sumbangan uang jajannya, atau mengumpulkan koran bekas, buku bekas seluruh siswa & dijual. Uangnya dibelikan bibit mangrove yang pada saat wisata edukasi ditanam bersama. Akan menjadikan kebanggaan, selain mengajarkan mereka untuk berbagi & peduli.
Dengan melihat fungsi
tersebut diharapkan kita bisa menjaga hutan mangrove kita sehingga dapat
dinikmati oleh generasi setelah kita. Luasan hutan mangrove tidak selamanya
berkurang. Pengelolan hutan mangrove yang berorientasi menghasilkan pendapatan
bagi masyarakat sekitar seperti pemanfaatan sebagai wisata alam serta
perlindungan yang ketat oleh pemerintah dengan menjaga konsistensi rencana tata ruang wilayah provinsi maupun kabupaten/kota bisa meningkatkan luasan hutan
mangrove.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar