Halaman

Seputar Kebijakan dan Informasi Pembangunan Daerah

Twitter Feed Facebook Google Plus Youtube

Jumat, 15 Agustus 2014

Hutan Mangrove dan Kesejahteraan Masyarakat di Indonesia


Sering kita mendengar bahwa Indonesia itu negara yang kaya, seharusnya kita bangga terhadap negara kita ini yang mempunyai hutan mangrove terluas di dunia, sebaran terumbu karang yang eksotik, rumput laut yang terhampar dihampir sepanjang pantai, sumber perikanan yang tidak ternilai banyaknya.  

Hutan mangrove atau yang biasa disebut hutan bakau, merupakan tipe hutan yang khas dan tumbuh disepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai di daerah tropis dan sub tropis, hutan mangrove juga tumbuh subur di daerah muara sungai atau estuari yang merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun endapan lumpur yang terbawa dari daerah hulu akibar adanya erosi. Kesuburan daerah ini juga ditentukan oleh adanya pasang surut yang mentransportasi nutrient.

  
DATA MANGROVE DI INDONESIA

Pernahkah anda suatu ketika berkunjung ke daerah pesisir dan melihat fenomena abrasi ataupun erosi pantai di daerah tersebut? Atau anda yang tinggal di daerah pesisir seperti kota Semarang yang mengalami banjir rob secara periodik ? Abrasi, erosi pantai, pendangkalan muara sungai merupakan beberapa akibat yang timbul karena rusaknya daerah pendukung daya tahan tanah pesisir seperti ekosistem mangrove. Rusaknya hutan mangrove secara langsung akan melemahkan daya dukung tanah dan lemahnya perlindungan pada pantai dan daerah pesisir. 

Berdasarkan data Direktorat Jendral Rehabilitas Lahan dan Perhutanan Sosial (2001) luas hutan Mangrove di Indonesia pada tahun 1999 diperkirakan mencapai 8.60 juta hektar akan tetapi sekitar 5.30 juta hektar dalam keadaan rusak. Sedangkan data FAO (2007) luas hutan Mangrove di Indonesia pada tahun 2005 hanya mencapai 3,062,300 ha atau 19% dari luas hutan Mangrove di dunia dan yang terbesar di dunia melebihi Australia (10%) dan Brazil (7%).


Di Asia sendiri luasan hutan mangrove indonesia berjumlah sekitar 49% dari luas total hutan mangrove di Asia yang dikuti oleh Malaysia (10% ) dan Mnyanmar (9%). Akan tetapi diperkirakan luas hutan manrove diindonesia telah berkurang sekitar 120.000 ha dari tahun 1980 sampai 2005 karena alasan perubahan penggunaan lahan menjadi lahan pertanian (FAO, 2007).


Data Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) RI (2008) berdasarkan Direktoral Jenderal Rehabilitasi lahan dan Perhutanan Sosial (Ditjen RLPS), Dephut (2000) luas potensial hutan mangrove Indonesia adalah 9.204.840.32 ha dengan luasan yang berkondisi baik 2.548.209,42 ha, kondisi rusak sedang 4.510.456,61 ha dan kondisi rusak 2.146.174,29 ha. Berdasarkan data tahun 2006 pada 15 provinsi yang bersumber dari BPDAS, Ditjen RLPS, Dephut luas hutan mangrove mencapai 4.390.756,46 ha.  

Data hasil pemetaan Pusat Survey Sumber Daya Alam Laut (PSSDAL)-Bakosurtanal dengan menganalisis data citra Landsat ETM (akumulasi data citra tahun 2006-2009, 190 scenes), mengestimasi luas mangrove di Indonesia adalah 3.244.018,46 ha (Hartini et al., 2010). Kementerian kehutanan tahun 2007  juga mengeluarkan data luas hutan mangrove Indonesia, adapun luas hutan mangrove Indonesia  berdasarkan kementerian kehutanan adalah 7.758.410,595 ha (Direktur Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kementerian Kehutanan, 2009 dalam Hartini et al., 2010), tetapi hampir 70%nya rusak (belum tau kategori rusaknya seperti apa). kedua instansi tersebut juga mengeluarkan data luas Mangrove per propinsi di 33 Provinsi di Indonesia. luas-luas mangrove di 33 Provinsi dapat dilihat pada tabel berikut:
  

NASA (2010) juga mengeluarkan informasi tentang luas mangrove dan sebarannya. menurutnya luas mangrove di indoensia telah berkurang 35% antara tahun 1980-2000 dimana luas mangrove pada tahun 1980 itu mencapai 4,2 juta ha dan pada tahun 2000 berkurang menjadi 2 juta ha.
Data yang didapat merupakan data lama namun bila kita analisa lebih jauh apapun bentuk datanya, yang jelas hutan mangrove kita telah banyak yang berkurang. Konversi lahan yang dilakukan oleh manusia terhadap areal hutan mangrove sebagai tambak, areal pertanian dan pemukiman menyebabkan luas lahan hutan mangrove terus berkurang. Selain itu pemanfaatan hutan mangrove yang tidak bertanggung jawab sebagai bahan bangunan, kayu bakar dan juga arang memberi kontribusi yang tidak sedikit terhadap kerusakan hutan mangrove. Seperti pada gambar di bawah terlihat perubahan penggunaan lahan hutan mangrove menjadi tambak dari tahun  1992 sampai 1998 didaerah delta mahakam. Menurut Rusila Noor, dkk. (1999) kematian mangrove secara alami tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap hilangnya areal mangrove di Indonesia.

FUNGSI HUTAN MANGROVE

Fungsi  fisik kawasan hutan mangrove :
1. Menjaga garis pantai agar tetap stabil.
2. Melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi, serta menahan atau menyerap tiupan angin kencang dari laut ke darat.
3. Menahan sedimentasi  secara periodik sampai terbentuk lahan baru.
4. Sebagai kawasan penyangga proses intrusi  air laut ke darat,  atau sebagai filter air asin menjadi tawar.

Fungsi kimia kawasan mangrove :
1.   Sebagai tempat terjadinya proses daur  ulang yang menghasilkan oksigen.
2.   Sebagai penyerap karbondioksida.
3.   Sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di  lautan. Di mana terjadinya degradasi limbah melalui oksigen yang terlarut.

Fungsi biologi kawasan Mangrove adalah :
Sebagai penghasil bahan pelapukan yang merupakan sumber makanan  bagi invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan  yang kemudian berperan sebagai sumber makanan bagi hewan yang lebih besar.Sebagai kawasan pemijahan atau asuhan bagi udang, ikan, kepiting, kerang, dan sebagainya, yang setelah dewasa akan kembali ke lepas pantai.
  1. Sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang, serta berkembang biak bagi burung, biawak, monyet, ular  dan satwa lain.
  2. Sebagai sumber plasma nutfah dan sumber genetika.
  3. Sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut lainnya.
Fungsi Ekonomi :
Secara ekonomi kawasan mangrove merupakan wilayah potensial bagi masyarakat, industri maupun negara. Dari kawasan hutan mangrove dapat dihasilkan bahan baku industri seperti pulp, kertas, tekstil, makanan, obat obatan, alkohol, penyamakan kulit, kosmetika  dan zat pewarna. Sungguh suatu hal yang bukan kebetulan. Dari sini juga kita dapat memanen ikan, udang, kerang, telur burung, madu dan kepiting.  Semuanya sungguh karunia yang dapat kita tuai sebagai nikmat yang tak terperikan dari sang Pemilik Semesta.

Fungsi lain kawasan Mangrove adalah sebagai tempat Wisata dengan semua keindahannya, untuk tempat penelitian, konservasi dan Edukasi. Di sini akan tumbuh lapangan kerja yang mampu mendukung keberadaan hutan mangrove secara berkelanjutan. Ilustrasi Hutan Mangrove


POTENSI HUTAN MANGROVE UNTUK MASYARAKAT

Potensi  manfaat  langsung Hutan Mangrove bagi mahluk di sekitarnya 

Kayu bakar, arang,  kayu bahan bangunan, dapat kita hasilkan dari hutan mangrove juga untuk  membuat perabot.  Buah Mangrove  bisa digunakan untuk membuat makanan atau manisan yang di buat oleh ibu ibu sebagai penganan kecil. Daun Mangrove  dapat menjadi bahan obat &  sebagai penyedia  pakan  ternak.


Potensi Ekonomi Yang Luar Biasa Besar

Lalu  bagaimana dengan sisi ekonomis tanaman  mangrove bila kita bandingkan dengan budi daya di lahan darat dengan luas tanah yang sama.  Kita coba menghitung:
Untuk menanam sebatang  Pohon Jati di butuhkan luas lahan 4 x 4 M2. 
Jati dapat di panen 40 tahun kemudian senilai kurang lebih Rp.  70 – 80 juta.

Apabila kita menanam mangrove dengan luasan yang sama di pesisir pantai. Lalu  tumpang sari  dengan budidaya kepiting bakau.  Setiap hari dipanen sebanyak ½ kg dengan harga jual Rp. 200.000/kg, (kurang lebih 1 ekor),  maka 40 tahun kemudian dapat kita petik nilai rupiah hasil keuntungan dari budidaya kepiting bakau. Belum terhitung manfaat dari yang lainnya. Seperti udang, ikan, kayu, madu, daunnya, wisata edukasi  dll

Jika kita panen ½ kg/hari maka :1 kg senilai Rp 200.000.  
Hasil yang di dapat  seharga Rp. 100.000 x 30 hari = 3 Juta
3 Juta x 12 bulan x 40 tahun  = Rp. 144.000.000

Hasil kepiting dapat anda eksport langsung melalui Rajanya Kepiting dengan harga yang lebih baik .. menarik bukan ???



Jumlah yang fantastis bila kita dapat mengoptimalkan potensi hutan mangrove. Dengan panjang garis pantai Indonesia 81.000 km mengapa hutan mangrove tidak kita jadikan cadangan devisa bagi negeri bahari ini & membuka lapangan kerja baru.  Luar biasa.  Begitu pentingnya pengelolaan  hutan mangrove, menuntut Pemerintah untuk lebih serius dalam program pengembangan & pelestariannya. Masyarakat harus menjadi bagian dan ikut berpartisipasi dalam perlindungan, pengelolaan, dan pengembangan kawasan hutan mangrove. Wisata Edukasi dilangkahkan ke sana sambil menanam mangrove. Kita bawa generasi muda kita untuk lebih mengenal Mangrove. Kita beli bibit Mangrove dari sumbangan uang jajannya, atau mengumpulkan koran bekas, buku bekas seluruh siswa & dijual. Uangnya dibelikan bibit mangrove yang pada saat wisata edukasi ditanam bersama.  Akan menjadikan kebanggaan, selain mengajarkan mereka untuk berbagi  & peduli.

Dengan melihat fungsi tersebut diharapkan kita bisa menjaga hutan mangrove kita sehingga dapat dinikmati oleh generasi setelah kita. Luasan hutan mangrove tidak selamanya berkurang. Pengelolan hutan mangrove yang berorientasi menghasilkan pendapatan bagi masyarakat sekitar seperti pemanfaatan sebagai wisata alam serta perlindungan yang ketat oleh pemerintah dengan menjaga konsistensi rencana tata ruang wilayah provinsi maupun kabupaten/kota bisa meningkatkan luasan hutan mangrove.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar